11.500 Tahun Lalu, Nenek Moyang Kita Sudah Mengenal Teknologi Metalurgi
Pada bulan Maret 2013 lalu, tim arkeologi
yang dipimpin DR Ali Akbar menemukan dua hal yang cukup mengagetkan di
lokasi situs Gunung Padang.
Kedua hal mengagetkan yang ditemukan di situs megalithikum Gunung Padang tersebut adalah:-
Ditemukannya logam, tim menemukan logam berukuran panjang 10 cm, berkarat, di lereng timur berkedalaman 1 meter.
Ditemukannya semen, tim juga menemukan semen atau perekat purba di sambungan antarbatu, juga di lereng timur.
Menindaklanjuti temuan logam tersebut, tim arkeologi mengecek kandungannya ke labaratorium Metalurgi dan Mineral Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
“Kalau melihat komposisinya, yang dominan adalah “Fe” (Ferrum/Besi)
dan “O” (Oksigen), dan juga masih ada Silika dan Alumunium plus Carbon,
serta bentuknya seperti ada rongga-rongga kecil di sekujur materialnya,
kemungkinan besar itu adalah slug atau logam,” kata DR Andang Bachtiar, anggota tim geologi riset mandiri Gunung Padang, dalam keterangannya pada 29 Maret 2013.
Logam purba yang ditemukan di situs Gunung Padang.
Hasil pembakaran hancuran batuan untuk mengkonsentrasikan metalnya, terlihat masih tercampur dengan Clinkers (carbon), alias bahan pembakarnya. Temuan carbon tersebut bisa dari kayu, batubara atau minyak bumi.
Andang menjelaskan, rongga-rongga yang
ada di sekujur material menandakan ketika proses pembakaran itu terjadi
pelepasan-pelepasan gas, seperti CO2 dan semacamnya, ke permukaan
material.
Berdasarkan hipotesis, besar kemungkinan
sudah ada proses pembakaran hancuran batu dengan temperatur tinggi,
proses pemurnian pembuatan logam, pada waktu yang terkait dengan lapisan
pembawa artefak tersebut.
“Hal ini sekaligus menjawab dugaan temuan
semen purba beberapa waktu lalu. Semen purba yang ditemukan mampu
mengikat batu-batu itu, yang juga punya kadar besi tinggi,” ungkap
Andang.
Kajian lebih lanjut atas temuan menarik logam dan semen purba ini.
Teknologi metalurgi, tentang kemungkinan adanya upaya pemurnian logam, atau teknologi metalurgi di jaman purba itu.
Teknik pembakaran di tempat yang berbeda, apakah pembakaran dilakukan di tempat lain.
“Jadi ini adalah sebuah hipotesa yang
harus dicari jawabannya melalui riset ini,” tegas Andang. Sebagai
tambahan, bahwa temuan semen purba juga ditemukan saat tim geologi
melakukan pengeboran di Teras-2 dan Teras-5, sekitar Februari 2011
silam, di mana semen purba diperkirakan berusia minimal 11.500 tahun
yang lalu.
Unsur-unsur apa sajakah yang ada? Apakah
ada kesamaan? Tim masih harus menunggu hasil pemeriksaan laboratorium
untuk memastikan dugaan kuat bahwa leluhur kita sudah mengenal teknologi
metalurgi sebelum 11.500 tahun yang lalu.
Populasi Manusia Purba Terbesar Ada di Gunung Padang
Tim Terpadu Riset Mandiri yang telah
melakukan penelitian di situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, sejak
Mei 2012 tersebut, kembali mendapati adanya temuan penting. Berdasarkan
penggalian di lereng timur situs megalitikum Gunung Padang, Tim
meyakini, pada 4500 SM masyarakat sekitar situs penuh peradaban.
“Ini peradaban kedua dan berbeda dari
yang tampak di permukaan bangunan. Dari eskavasi lanjutan dengan kolom
3×9 meter, tim menemukan banyak temuan yang meyakinkan adanya peradaban
bernilai tinggi dengan struktur masyarakat yang sudah solid,” kata Ali
Akbar, ketua Tim Arkeolog yang terlibat dalam eskavasi di lokasi, Minggu
31 Maret 2013 lalu.
Dalam kolom eskavasi, dia menjelaskan, terlihat susunan menhir atau columnar joint dengan ukuran antara 1-2 meter. Itu semua tersusun rapi dan direkatkan oleh semacam semen purba.
“Columnar joint di dasar ini
lebih besar dan panjang dibandingkan yang tampak di permukaan. Selain
itu, tertata di atas lima teras yang terlihat saat ini,” kata dia.
Dari
fakta itu, tim menyimpulkan, ketika masyarakat membuat situs tersebut
telah ada populasi manusia dengan jumlah besar dan mempunyai struktur
sosial. “Columnar joint pada eskavasi yang kami temukan kali ini lebih
besar dibanding yang di permukaan. Untuk mengangkat dan menyusunnya
butuh 5-6 orang,” ujarnya.
Dengan luas Gunung Padang yang
diperkirakan lebih luas dari Borobudur, pastinya dibutuhkan banyak
tenaga manusia. “Ini yang meyakinkan kami ada populasi manusia purba
dengan jumlah besar di kawasan tersebut pada waktu itu,” katanya.
Selain
populasi manusia yang besar, dipastikan sudah ada struktur sosial yang
jelas di masanya. “Tidak mungkin untuk mengangkat dan menyusun batuan
hingga menjadi sebuah konstruksi tanpa adanya komunikasi dan
kepentingan,” jelas dia.
Artinya, masyarakat kala itu sudah memiliki kemampuan dalam menyediakan pasokan makanan dan minuman sebagai kebutuhan.
Ia menambahkan, yang lebih menguatkan
adalah adanya berbagai temuan pendukung budaya maju seperti pemanfaatan
logam. “Laporan hasil penelitian ini akan dilaporkan dulu ke Tim.
Setelah itu dilaporkan ke Presiden, dan akan dilanjutkan kembali
penelitiannya,” ujar Ali.
Gunung Padang, Mahakarya Peradaban yang Hilang
Oleh: Dr. Danny H. Natawidjaja, Koordinator Tim Peneliti Mandiri Terpadu Gunung Padang
Pada Maret 2013 lalu saat Tim Peneliti Mandiri Terpadu kembali menggelar survei lagi di Gunung Padang.
Kali ini tim melakukan penggalian
arkeologi dan survei geolistrik detil di sekitar penggalian lereng timur
bukit, di luar pagar situs cagar budaya. Tim arkeologi dipimpin DR. Ali
Akbar dari Universitas Indonesia.
Tim itu menemukan bukti yang
mengkonfirmasi hipotesa, bahwa di bawah tanah Gunung Padang ada struktur
bangunan buatan manusia yang terdiri dari susunan batu kolom andesit,
sama seperti struktur teras batu yang sudah tersingkap, dan dijadikan
situs budaya di atas bukit.
Terlihat di kotak gali permukaan fitur,
susunan batu kolom andesit ini sudah tertimbun lapisan tanah setebal
setengah sampai dua meter yang bercampur bongkahan pecahan batu kolom
andesit (Gambar dibawah).
Batu-batu
kolom andesit disusun dengan posisi mendekati horisontal dengan arah
memanjang hampir barat-timur (sekitar 70 derajat dari utara ke timur – N
70 E), sama dengan arah susunan batu kolom di dinding timur-barat
teras satu, dan undak lereng terjal yang menghubungkan teras satu dengan
teras dua.
Dari posisi horisontal batu-batu kolom
andesit dan arah lapisannya, dapat disimpulkan dengan pasti, bahwa
batu-batu kolom atau “columnar joints” ini bukan dalam kondisi alamiah.
Batu-batu kolom hasil pendinginan dan
pelapukan batuan lava/intrusi vulkanis di alam maka arah memanjang
kolomnya akan tegak lurus terhadap arah lapisan atau aliran seperti
ditemukan di banyak tempat di dunia. Kenampakan susunan batu-kolom yang
terkuak di kotak gali memang terlihat luarbiasa rapi seperti layaknya
kondisi alami saja (contoh gambar dibawah).
Sehingga
tidak heran apabila di akhir 2012 lalu ada tim arkeolog lain bekerja
terpisah, dan sudah ikut menggali di sini menyimpulkan batu-batu kolom
andesit di bawah tanah ini merupakan sumber batuan alamiahnya.
Mungkin karena mereka belum
mempertimbangkan aspek geologinya dengan lengkap, dan juga tidak
mengetahui data struktur bawah permukaan seperti diperlihatkan oleh
hasil survei geolistrik.
Semen purba
Yang lebih mengejutkan adalah ditemukannya material pengisi diantara
batu-batu kolom ini. Bahkan diantaranya ada batu kolom yang sudah pecah
berkeping-keping, namun ditata dan disatukan lagi oleh material
pengisi, atau kita sebut saja sebagai semen purba (lihat gambar dibawah).
Makin
ke bawah kotak gali, semen purba ini terlihat makin banyak, dan merata
setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di kotak gali,
semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara teras
satu dan dua, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15
meter dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di
atas situs (
Lihat g
ambar dibawah) (
Lihat juga video: Borehole hasil pengeboran dan juga
uji frakture dan akustik dari barehole)
Ahli
geologi tim dan juga pembina pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia
pusat, DR. Andang Bachtiar, berdasarkan hasil analisis kimia yang
dilakukannya pada sampel semen purba dari undak terjal teras satu ke
dua, menemukan fakta lebih mengejutkan lagi.
Ternyata material semen ini mempunyai
komposisi utama 45% mineral besi dan 41% mineral silika. Sisanya adalah
14% mineral lempung, dan juga terdapat unsur karbon. Ini adalah
komposisi bagus untuk semen perekat yang sangat kuat.
Barangkali ia menggabungkan konsep
membuat resin, atau perekat modern dari bahan baku utama silika, dan
penggunaan konsentrasi unsur besi yang menjadi penguat bata merah.
Tingginya kandungan silika
mengindikasikan semen ini bukan hasil pelapukan dari batuan kolom
andesit di sekelilingnya yang miskin silika.
Kemudian, kadar besi di alam, bahkan di
batuan yang ada di pertambangan mineral bijih sekalipun umumnya tak
lebih dari 5% kandungan besinya, sehingga kadar besi “semen Gunung
Padang” ini berlipat kali lebih tinggi dari kondisi alamiah.
Oleh karena itu dapat disimpulkan
material diantara batu-batu kolom andesit ini adalah adonan semen buatan
manusia. Artinya, teknologi masa itu kelihatannya sudah mengenal
metalurgi.
Andang menjelaskan, bahwa satu teknik
umum untuk mendapatkan konsentrasi tinggi besi adalah dengan melakukan
proses pembakaran dari hancuran bebatuan dengan suhu sangat tinggi.
Mirip pembuatan bata merah, yaitu membakar lempung kaolinit dan illit
untuk menghasilkan konsentrasi besi tinggi pada bata tersebut.
Metalurgi Purba 23.000 Tahun Sebelum Masehi?
Indikasi adanya teknologi metalurgi purba ini diperkuat lagi oleh temuan
segumpal material seperti logam sebesar 10 sentimeter oleh tim Ali
Akbar pada kedalaman 1 meter di lereng timur Gunung Padang. Material
logam berkarat ini mempunyai permukaan kasar berongga-rongga kecil
dipermukaannya.
Diduga material ini adalah adonan logam sisa pembakaran (“slug”)
yang masih bercampur dengan material karbon yang menjadi bahan
pembakarnya, bisa dari kayu, batu bara atau lainnya. Rongga-rongga itu
kemungkinan terjadi akibat pelepasan gas CO2 ketika pembakaran. Tim
akan melakukan analisa lab lebih lanjut untuk meneliti hal ini.
Yang tidak kalah mencengangkan adalah
perkiraan umur dari semen purba ini. Hasil analisis radiometrik dari
kandungan unsur karbonnya pada beberapa sampel semen di bor inti dari
kedalaman 5 – 15 meter yang dilakukan pada 2012 di laboratorium
bergengsi BETALAB, Miami, USA pada pertengahan 2012 menunjukan umur
dengan kisaran antara 13.000 sampai 23.000 tahun lalu.
Kemudian,
hasil carbon dating dari lapisan tanah yang menutupi susunan batu kolom
andesit di kedalaman 3-4 meter di Teras 5 menunjukkan umur sekitar 8700
tahun lalu.
Sebelumnya hasil carbon dating yang
dilakukan di laboratorium BATAN dari pasir dominan kuarsa yang mengisi
rongga di antara kolom-kolom andesit di kedalaman 8-10 meter di bawah
Teras lima, juga menunjukkan kisaran umur sama yaitu sekitar 13.000
tahun lalu.
Fakta itu sangat kontroversial karena
pengetahuan mainstream sekarang belum mengenal atau mengakui ada
peradaban (tinggi) pada masa se-purba ini, di manapun di dunia, apalagi
di nusantara yang konon masa pra-sejarahnya banyak diyakini masih
primitif walaupun alamnya luar biasa indah dan kaya.
Sementara di wilayah tandus gurun pasir
Mesir orang bisa membuat bangunan piramida yang sangat luarbiasa itu.
Tapi fakta di Gunung Padang berbicara lain. Rasanya bukan mustahil lagi
bangsa Nusantara mempunyai peradaban yang semaju peradaban Mesir purba,
bahkan pada masa yang jauh lebih tua lagi.
Struktur bangunan dari susunan batu-batu
kolom berdiameter sampai 50 cm dengan panjang bisa lebih dari 1 meter
ini sudah sangat spektakuler karena bagaimanakah masyarakat purbakala
dapat menyusun batu-batu besar yang sangat berat ini demikian rapi dan
disemen pula oleh adonan material yang istimewa.
Selanjutnya survei geolistrik yang
dilakukan di sekitar lokasi pengalian oleh tim geologi/geofisika dari
LabEarth LIPI, menguak fakta yang tidak kalah fantastis dari fitur
bangunan purba di bawah permukaan ini.
Survei terbaru ini adalah survei
pendetilan sebagai lanjutan dari puluhan lintasan survei geolistrik 2-D,
3-D dan survei georadar yang sudah dilakukan pada tahun 2011, 2012 dan
awal 2013 di sekujur badan Gunung Padang, dari kaki sampai puncak bukit.
Hasil survei geolistrik memperlihatkan
bahwa lapisan susunan batu kolom yang terlihat di kotak gali
keberadaannya dapat diikuti terus sampai ke atas bersatu di bawah badan
situs Gunung Padang di atas bukit, dan juga melebar sampai jauh ke kaki
bukit (Gambar dibawah).
Teka-teki batuan lava
Fakta ini mendukung hasil penelitian ahli arsitektur Pon Purajatniko,
anggota tim terpadu yang juga pernah menjabat Ketua Ikatan Ahli
Arsitektur Jawa Barat, yang pertama kali melontarkan gagasan tentang
struktur teras-teras Gunung Padang mirip situs Michu Pichu di Peru.
Sampai saat ini penggalian dilakukan baru
sampai kedalaman 4 meteran saja, namun survei geolistrik memperlihatkan
di bawahnya masih ada kenampakan struktur bangunan dengan geometri yang
terlihat menakjubkan sampai kedalaman lebih dari 10 meter.
Hasil survei geolistrik, dan georadar
juga sudah dapat memperlihatkan struktur (geologi) bawah permukaan yang
membentuk morfologi bukit Gunung Padang adalah lapisan batuan dengan
ketebalan 30-50 meter yang mempunyai nilai tahanan listrik
(resistivitas) sangat tinggi (ribuan Ohm-Meter) berbentuk seperti lidah
dengan posisi hampir horisontal, selaras dengan bukit memanjang
utara-selatan, dan miring landai ke arah utara. Jadi selaras juga
dengan undak-undak teras yang dibangun di atasnya.
Lapisan batu berbentuk seperli lidah ini
juga mempunyai bidang miring yang rata ke arah barat dan timur bukit
selaras dengan kemiringan lerengnya. Lapisan lava ini berada pada
kedalaman lebih dari 10 meter di bawah permukaan.
Dari data pemboran yang dilakukan oleh
DR. Andang Bachtiar dan juga analisis mikroskopik batuan dari sampel
inti bor yang dilakukan oleh DR. Andri Subandrio, ahli geologi batuan
gunung api dari Lab. Petrologi ITB, dapat dipastikan tubuh batuan
dengan resistivitas tinggi ini adalah batuan lava andesit, sama seperti
tipe batu kolom dari situs Gunung Padang.
Hal
lain cukup menarik dari analisa petrologi adalah temuan banyaknya
retakan-retakan mikroskopik pada sayatan tipis batu kolom andesit yang
diduga non-alamiah. Soalnya, retakan itu memotong kristal-kristal
mineral penyusunnya.
Dari banyak penampang geolistrik,
terlihat lidah lava andesit ini mempunyai leher intrusi (sumber
terobosan batuan vulkanis dari bawah) berlokasi di area lereng selatan
dari situs Gunung Padang.
Jadi setelah cairan panas intrusi magma
mencapai permukaan kemudian mengalir ke utara, dan setelah mendingin
membentuk lidah lava tersebut. Yang masih menjadi teka-teki besar
adalah apakah tubuh batuan lava di perut Gunung Padang ini adalah sumber
dari batu-batu kolom andesit yang dipakai untuk menyusun situs?
Boleh jadi benar. Sampai saat ini tidak
ditemukan ada sumber batuan kolom andesit dalam radius beberapa
kilometer dari Gunung Padang. Masalahnya tidak ada bekas-bekas
penambangan, atau lapisan lava yang tersingkap di area Gunung Padang.
Jadi, apabila orang berhipotesa bahwa
sumber batuannya dari dalam bukit, maka mau tidak mau harus juga
mengasumsikan dulunya lapisan lava itu pernah tersingkap, atau ditambang
oleh manusia purba, kemudian baru batu-batu kolom yang sudah diambil
lalu disusun-ulang untuk menutupi sekujur badan lava menjadi satu
mahakarya monumen arsitektur besar yang luarbiasa.
Perlu juga dicatat bahwa mengekstraksi
batu-batu kolom andesit dari batuan induknya bukanlah hal mudah. Ia
harus dapat memisahkan batu-batu besar dan berat tersebut dengan utuh
dari batuan induknya dalam jumlah sangat besar.
Berbeda dengan penambangan batuan biasa
yang tidak perlu kuatir dengan batu yang pecah, misalnya dengan
peledakan dinamit. Yang jelas untuk abad sekarang atau ratusan tahun ke
belakang di dunia ini tak pernah ada penambangan batu-batu kolom
andesit untuk dipakai sebagai bata bangunan.
Batu menhir Gunung Padang Cianjur tengah diteliti
Lebih dahsyat dari Borobudur?
Penelitian di Gunung Padang belum selesai. Tim Mandiri Terpadu ,
walaupun tanpa dibantu dana negara, akan terus bekerja keras meneliti
banyak misteri besar yang masih belum terkuak. Termasuk melakukan
pemboran, atau eskavasi dalam untuk membuktikan dengan lebih gamblang
keberadaan struktur bangunan dan ruang-ruang di bawah kedalaman 4-5
meter.
Demikian juga pentarikhan umur situs.
Walaupun sudah dilakukan dengan teliti dan hati-hati, masih perlu dicek
ulang dengan sampel-sampel yang lebih baik lagi, karena umur ini hal
yang sangat vital untuk kesimpulan akhirnya nanti.
Tim juga menduga situs Gunung Padang
kemungkinan besar tidak dibangun dalam satu masa, tapi produk lebih dari
satu lapis kebudayaan. Misalnya, yang membuat batu-batu kolom menjadi
menhir-menhir, belum tentu sama dengan masyarakat yang membuat susunan
batu-batu kolom dengan semen purba. Demikian juga bangunan susunan batu
kolom andesit di permukaan, atau yang sudah tertimbun beberapa meter di
bawah, belum tentu dibangun satu masa dengan struktur bangunan di
bawahnya lagi.
Penelitian ala Tim Mandiri Terpadu
memperlihatkan bahwa bahu membahu yang erat dari berbagai disiplin ilmu
dengan metoda penelitian saling mengisi sangat diperlukan untuk menguak
warisan kebudayaan nusantara. Masalah Gunung Padang tidak bisa lagi
dikesampingkan. Walaupun masih banyak pertanyaan belum terjawab, dan
analisa yang belum tuntas, hasil-hasil penelitian yang sudah ada
memberikan banyak informasi penting.
Juga ada harapan situs Gunung Padang
berpotensi setara Borobudur, dengan makna yang penting karena dapat
menjadi terobosan pengetahuan tentang “the craddle of civilizations”
pada abad ini. Ia bisa menjadi bukti monumen besar dari peradaban
adijaya tertua di dunia, yang entah karena bencana apa, musnah ribuan
tahun lalu dalam masa pra-sejarah Indonesia. Wallahua alam. (Dr. Danny H. Natawidjaja, Koordinator Tim Peneliti Mandiri Terpadu Gunung Padang)
Empat Mata Air di Gunung Padang Mulai Diteliti
Banyak misteri besar yang belum terkuak
dari situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Ada harapan situs ini
berpotensi setara dengan Borobudur dan bisa menjadi bukti monumen besar
dari peradaban adijaya tertua di dunia.
Selain tumpukan batu kuno di areal situs Gunung Padang, tempat lain yang menjadi pusat perhatian adalah “air Cikahuripan” yang berada persis di bawah dekat tangga naik situs tersebut.
Air ini menjadi salah satu magnet
datangnya para pengunjung. Berbagai spekulasi tentang mitos bahwa air
Cikahuripan ini mengandung khasiat tertentu untuk pengobatan dan
kekuatan juga mulai muncul.
Tidak diketahui kapan munculnya. Sampai
saat ini cerita air Cikahuripan yang berkhasiat melekat kuat. Setiap
pengunjung selalu menyempatkan diri membasuh muka mereka dengan air itu.
Bahkan, tidak sedikit yang membawa pulang dalam botol air mineal.
Sumur Cikahuripan di Gunung Padang
Berkaitan dengan hal itu, tim terpadu
riset mandiri selain fokus pada rencana eskavasi bertahap, juga
menerjunkan tim untuk meneliti intensif mata air yang ada di sekitar
Gunung Padang.
Sampai saat ini, setidaknya telah
ditemukan tiga sumber mata air lain selain air Cikahuripan di sekitar
situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat.
Menurut temuan DR Ali Akbar, ada empat sumber air:
Sumber air pertama, yang ditemukan adalah mata air utara yang berada di tangga naik yang sudah diketahui umum atau biasa disebut Cikahuripan.
Sumber air kedua,
adalah mata air timur yang berada dekat jalan desa di timur. Mata air
itu masih digunakan warga untuk sumber air dan ada penampungan air.
Sumber air ketiga, mata air selatan yang berada di dekat mushala yang didirikan juru pelihara situs. Tempatnya berada di tengah sawah.
Sumber air keempat, mata air yang ada di sebelah barat.
Menurutnya, para pengunjung selama ini
hanya mengetahui lokasi yang pertama. Sehingga tiga tempat lainnya belum
menjadi pusat perhatian. Namun juru pelihara Gunung Padang mengetahui
persis ketiga mata air ini.
“Bahkan dari cerita yang berkembang,
masih ada tiga mata air lagi yang sampai saat ini belum bisa
teridentifikasi oleh tim dan masih butuh penelaahan lebih lanjut,”
katanya lagi.
Ditambahkan DR Ali Akbar, tujuan riset
mata air adalah selain untuk kalibrasi data geolistrik juga untuk
memahami kemungkinan adanya hubungan antara mata air itu dengan man made
stucture yang sudah ditemukan di bawah permukaan situs Gunung Padang.
Sumur Cikahuripan di Gunung Padang
Tim riset air yang terdiri dari DR
Boediarto Ontowirjo dan IR Juniardi, juga ingin mengetahui apakah benar
hipotesa bahwa ada teknologi pemurnian air yang dibangun bersamaan
dengan dengan pembangunan struktur bawah permukaan Gunung Padang
Cianjur.
“Mata air yang ditemukan berkarakteristik
air artesis sumur dalam. Sampel air rencananya akan diteliti lebih
lanjut di laboratorium IPB yang mempunyai sertifikasi pengujian air
kemasan yang berstandar internasional,” katanya.
Selain itu, ada dugaan mata air ini
bagian dari teknologi yang berhubungan dengan bangunan maha karya agung.
Diharapkan hasil riset nanti juga untuk melihat kecenderungan
antioksidan keempat mata air dan akan dibandingkan dengan air mineral
yang ada di Indonesia maupun air di beberapa negara.
Setahun yang lalu tim katastropik purba
juga melakukan riset air dengan tujuan yang sama yang dilakukan di
lokasi mata air di Gunung Sadahurip.
Final Research: Riset Final, Gunung Padang Adalah Bangunan Megah!!
Staf Khusus Presiden bidang Bencana dan
Bantuan Sosial, Andi Arief, menyatakan riset geologi dan arkeologi
Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, dinyatakan final. Hasil riset
membuktikan, ada bangunan megalitikum megah, disertai sejumlah temuan
teknologi yang melampaui zamannya.
“Hasil riset Gunung Padang dinyatakan
sudah Final dan memenuhi unsur scientific bahwa ada bangunan megah di
bawah situs Gunung Padang saat ini dan luasannya jauh lebih besar dari
yang selama ini dinyatakan hanya 900 meter persegi,” kata Andi, Selasa 2
April 2013.
Andi yang membentuk Tim Riset Katastrofi Bencana Purba
itu menyatakan, hasil riset sumbangsih para ahli ini akan dilaporkan
atau diserahkan pada Bupati Cianjur sebagai pemberi izin riset dan
ditembuskan ke Presiden, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri
Riset dan Teknologi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Selanjutnya,
kata Andi, dilakukan ekskavasi bertahap terutama agar tampak luar
bangunan megah Gunung Padang bisa dipandang dengan jelas. Tim
merekomendasikan ekskavasi dilakukan dengan melibatkan masyarakat
setempat. Relawan yang akan terlibat bersama TNI dan POLRI di bawah
arahan tim arkeologi dan tim arsitektur. Direncanakan ada pendidikan
arkeologi publik terlebih dahulu sebelum melakukan ekskavasi di luar
situs.
“Keterlibatan masyarakat faktor penting
mempercepat terbukanya tampak luar bangunan megah Gunung Padang
mahakarya leluhur kita. Kita harus memulai sebuah tradisi bahwa riset
yang memiliki konsekuensi besar pada publik harus melibatkan publik
seluas-luasnya, agar ada rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang
sama,” kata alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Gadjah Mada itu.
Andi meyakinkan, tidak terlalu sulit
untuk segera melihat tampak luar bangunan Gunung Padang. Ekskavasi yang
dilakukan hanya mencabut semak-semak dan sedikit mengikis tanah penutup
di beberapa lokasi di luar situs. “Tidak merusak pepohonan, tidak
merusak lingkungan,” kata Andi.
Sabtu 1 Juni 2003, Gunung Padang Mulai di Ekskavasi
Tim Riset Mandiri Terpadu Gunung Padang
memulai ekskavasi Gunung Padang di Cianjur yang melibatkan arkeolog,
sejumlah instansi dan empat perguruan tinggi yang memiliki jurusan
arkeologi. Ekskavasi dibuka dengan doa bersama yang digelar pukul 01.00,
Sabtu 1 Juni 2013, bertepatan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila.
“Bekerja sampai tanggal 14 Juni,
mengelupas lapisan tampak luar yang berumur 500 tahun sebelum Masehi,”
kata Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial, Andi
Arief, Sabtu. Andi merupakan inisiator pembentukan tim riset Gunung
Padang ini.
Sebelumnya, Tim sudah melakukan ekskavasi
di 13 titik, yang kemudian menghasilkan kesimpulan bahwa ada struktur
bangunan kuno terkubur. Namun ekskavasi ini ditutup kembali sesuai
kaidah ilmiah. “Maka ekskavasi 14 hari ini membuka apa yang telah
dilakukan sebelumnya dengan menambah sedikit areanya,” kata Andi.
Ekskavasi
1 – 14 Juni 2013 ini dipimpin oleh para arkeolog, unsur TNI/ Polri.
Masyarakat dan relawan akan berperan serta mendampingi para arkeolog.
Andi menyatakan, tim mandiri dan para arkeolog sudah bersatu dan duduk
bersama difasilitasi Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Kacung Marijan. “Beberapa perbedaan pendapat sudah ada
titik temu. Semua siap bekerja bersama-sama,” kata Andi Arief.
“Setelah tanggal 14 itu, Tim terpadu
secara resmi akan menyerahkan ke negara untuk ditindaklanjuti dengan
ekskavasi total serta pemugaran,” kata Andi.
Ekskavasi permulaan ini dilakukan setelah
Tim Riset Mandiri mempublikasikan sejumlah temuan yang mengafirmasi
adanya struktur bangunan terkubur di bawah Gunung Padang.
Ekskavasi untuk Buktikan Cawan di Bawah Gunung Padang
Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam
Andi Arief yang menginisiasi Tim Riset Terpadu Mandiri Gunung Padang
menyatakan ekskavasi yang dilakukan mulai hari ini untuk membuktikan
banyak hal. Salah satunya, tim akan membuktikan keberadaan cawan raksasa
di bawah permukaan Gunung Padang.
“Secara bersamaan tim arsitektur dan
sipil bekerja sama dengan departemen terkait serta arkeolog spesial
kawasan mulai merancang pembangunan kawasan dari mulai parkir sampai
zona inti,” kata Andi Arief, Sabtu 1 Juni 2013. “Ahli hidrologi dan
sipil serta geolog mengantisipasi saluan air dan pencegahan kemungkinan
longsor.”
Gunung Padang Cianjur tengah diteliti
Kemudian ahli vegetasi dan ilmu tanah
dari IPB juga meneliti khusus di areal itu. “Tim geologi bawah permukaan
berkonsentrasi di lapisan usia 11.500 tahun lalu yang di bawah
bangunannya akan dibuktikan tentang Chamber, cawan raksasa, serta dugaan
teknologi canggih yg tidak pernah kita bayangkan,” kata Andi.
Ekskavasi akan digelar dari 1 Juni,
sampai 14 Juni 2013 nanti. “Setelah tanggal 14 itu, Tim terpadu secara
resmi akan menyerahkan ke negara untuk ditindaklanjuti dengan ekskavasi
total serta pemugaran,” kata Andi.
Ekskavasi permulaan ini dilakukan setelah
Tim Riset Mandiri mempublikasikan sejumlah temuan yang mengafirmasi
adanya struktur bangunan terkubur di bawah Gunung Padang.